Israel menanggapi dengan tegas tawaran Hamas untuk membebaskan seorang sandera warga Amerika-Israel, Edan Alexander, yang disandera selama konflik di Gaza. Hamas mengajukan tawaran tersebut pada Jumat (14/3) dengan syarat Israel memulai perundingan untuk tahap kedua gencatan senjata yang bertujuan mengakhiri perang secara permanen. Namun, Israel menilai tawaran itu sebagai “perang psikologis” dan menolak untuk menerima tuntutan Hamas.
Edan Alexander, seorang tentara Israel berusia 21 tahun asal New Jersey, AS, telah ditahan oleh Hamas bersama dengan empat sandera lainnya yang memiliki kewarganegaraan ganda. Tawaran Hamas ini datang setelah mediator menerima proposal untuk melanjutkan negosiasi gencatan senjata yang terhenti sejak awal Maret 2025.
Gencatan senjata pertama dimulai pada 19 Januari 2025, namun berakhir pada 2 Maret tanpa kesepakatan mengenai tahap kedua. Israel telah mengajukan proposal untuk memperpanjang gencatan senjata hingga April 2025, yang didukung oleh Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.
Namun, Hamas menolak perpanjangan tersebut, menginginkan dimulainya tahap kedua gencatan senjata sebagai syarat pembebasan sandera, yang mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza dan penyelesaian permanen konflik.
Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyebut tawaran Hamas sebagai taktik manipulasi dan perang psikologis. Meskipun Israel telah menerima proposal yang diajukan oleh pihak AS, Hamas tetap pada posisi menolaknya, memperburuk ketegangan yang sudah ada.
Dengan semakin sulitnya mencapai kesepakatan, situasi di Gaza tetap tegang dan penuh ketidakpastian, sementara upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik ini masih terhambat oleh perbedaan mendalam antara kedua belah pihak.
Eksplorasi konten lain dari CMI News
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.