Praktik penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) langsung di lingkungan sekolah menjadi perhatian serius. Pasal 63 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan secara tegas melarang penerbit menjual buku teks pendamping, termasuk LKS, langsung ke sekolah atau program pendidikan. Pelanggaran terhadap aturan ini tidak hanya dikenakan kepada penerbit, tetapi juga kepada kepala sekolah dan guru yang terlibat.
Salah satunya dikabupaten Pemalang, masih banyak temuan disekolah terkait buku LKS hingga saat ini jelang semester II. Disisi lain juga orang tua wali murid juga mengeluhkan masih adanya LKS. Pihak sekolah masih mengadakan adanya buku LKS, yang dibagikan oleh pihak sekolah kepada murid-muridnya, dan dibayar akhiran.
Anak saya baru kemarin dikasih LKS oleh pihak sekolah, total ada 9 mapel yang masing-masing harga 12.500/ mapelnya. emang belum kita bayar, jadi sistemnya anak kita dikasih dulu buku LKS nya dan di bayar nanti. Jelas salah satu orang tua wali murid kepada CMI News, Jumat (10/1/2025).
Dasar Hukum Larangan
Larangan ini diatur dalam berbagai regulasi yang bertujuan untuk menjaga transparansi dan menghindari komersialisasi pendidikan:
- Undang-Undang Sistem Perbukuan: Mengatur tata kelola perbukuan secara menyeluruh, termasuk pendistribusian dan penjualan buku.
- Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010: Melarang pendidik dan tenaga kependidikan menjual buku, bahan ajar, atau perlengkapan pendidikan di lingkungan sekolah.
- Permendikbud Nomor 75 Tahun 2020: Memperkuat larangan bagi pihak sekolah untuk terlibat dalam jual beli buku atau LKS.
Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana, bergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Pelanggaran di Lingkungan Sekolah
Praktik penjualan LKS sering kali ditemukan pada awal tahun ajaran baru atau pergantian semester. Meski tidak diwajibkan secara resmi, siswa sering merasa terpaksa membeli LKS karena tugas-tugas dari guru mengacu pada materi yang ada dalam buku tersebut.
“Kami masih menemukan kepala sekolah dan guru yang menjual LKS secara langsung kepada siswa. Padahal, ini jelas melanggar aturan. Tugas guru adalah mendidik, bukan berdagang,” ujar seorang pengamat pendidikan.
Selain itu, banyak orang tua yang mengeluhkan praktik ini karena dianggap memberatkan dan melanggar hak siswa. Buku pelajaran dan LKS yang disubsidi pemerintah melalui dana BOS seharusnya diberikan secara gratis kepada siswa.
Konsekuensi Hukum
Penerbit, kepala sekolah, dan guru yang melanggar aturan ini dapat dikenakan:
- Sanksi Administratif:
- Teguran tertulis.
- Pembekuan izin operasional penerbit.
- Pemecatan bagi tenaga pendidik yang terlibat.
- Sanksi Pidana:
- Pelanggaran berat dapat dijerat pidana karena menyalahgunakan wewenang dan melanggar Undang-Undang.
Hal ini diharapkan menjadi peringatan agar praktik serupa tidak terulang.
Imbauan kepada Sekolah dan Penerbit
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus menegaskan pentingnya mematuhi aturan ini untuk menciptakan sistem pendidikan yang adil dan bebas dari komersialisasi. Orang tua juga diimbau untuk membeli LKS di toko buku resmi sebagai bentuk dukungan terhadap regulasi.